يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ،
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian
yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan
pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya”
(HR. Al-Bukhari No.5066, Muslim No. 1402, dan at-Tirmidzi
No. 1087 dalam kitab an-Nikaah.)
Cinta memang selalu menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Begitu
banyak artikel, postingan-postingan, quotes, status-status yang membahas
tentang cinta. Mulai dari hal yang membuat bahagia sampai yang membuat
bersedih.
Di zaman ini, fitrah cinta nyatanya sudah agak bergeser dari
asalnya. Cinta banyak disalah artikan oleh kebanyakan orang. Terlihat, banyak
remaja yang seharusnya mereka sibuk bermain dengan temannya, sekarang malah
asik berduaan dengan pacarnya. Yang seharusnya sibuk mencari ilmu, malah sibuk
mencari pacar. Remaja saat ini, seakan diburamkan dari hakekat cinta. Mereka
sudah tidak lagi bisa membedakan mana cinta, mana nafsu. Ini sangat berbahaya,
lebih berbahaya dari musuh kita orang-orang kafir. Karena, masalah ini
menggerogoti para telur emasnya orang muslim. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
bagi kita untuk bertafakkur tentang apa itu cinta yang sesungguhnya dan
bagaimana kita membedakan antara cinta dan nafsu.
Cinta dalam bahasa arab memiliki banyak arti. Namun, yang paling
sering digunakan adalah kata الْحُبُّ atau مَحَبَّةٌ. Kita lihat
penjelasan Imam Al-Hujwiri dalam kitabnya Kasyful Mahjub
tentang makna al-hubb (mahabbah).
Mahabbah berasal dari kata “habbah” yang berarti “benih-benih/biji yang jatuh ke bumi di padang pasir”.
Mahabbah dikatakan berasal dari kata itu karena dia merupakan sumber kehidupan.
Sebagaimana benih itu tersebar di gurun pasir, tersembunyi di dalam tanah,
dihujani oleh terpaan angin, hujan dan sengatan matahari, disapu oleh cuaca
panas dan dingin, benih-benih itu tidak rusak oleh perubahan musim, namun
justru tumbuh berakar, berbunga dan berbuah. Demikian halnya cinta sejati, tak
lapuk dengan sengatan mentari dan guyuran hujan, tak lekang oleh perubahan
musim dan tak hancur berantakan oleh terpaan angin.
Intinya, bahwa cinta itu ialah sebuah fitrah dari Allah yang
tidak dikontaminasi oleh apapun, kecuali karena ulah manusia itu sendiri.
Al-Ustadz Khalid Basalamah mengatakan dalam ceramahnya bahwa jatuh
cinta itu ialah sinyal jodoh dari Allah. Maka, jika ada seseorang yang
cenderung kepada kita, itulah sinyal jodoh yang diberikan oleh Allah kepada
kita. Ada yang menerima sinyal itu, ada
pula yang menolak sinyal itu dan lebih memilih untuk mencari sinyal yang lain.
Namun, hal ini berlaku jika kita sudah dalam keadaan mampu untuk menikah.
Orang-orang yang sudah mapan fisik dan mentalnya yang dimaksud disini. Lalu,
bagaimana dengan nasib orang yang belum mampu untuk menikah? Apakah kita harus
menghilangkan rasa cinta itu karena takut dicap mendekati zina?
Jawabanya tidak. Memang seringkali saat kita dilanda jatuh cinta,
kita berfikir untuk menghilangkan rasa cinta tersebut dengan alasan takut dicap
mendekati zina. Namun, benarkah demikian? Jika kita menjadi orang yang anti cinta
dan justru ingin menghilangkannya bukankah itu berarti sama saja kita menolak
karunia yang diberikan oleh Allah SWT? Bukankah itu berarti bahwa kita enggan
menerima nikmat yang diberikan Allah SWT?
Hal yang tepat jika kita dilanda jatuh cinta sedangkan kita belum
mampu untuk menikah adalah dengan cara MENETRALISIR cinta tersebut. Kita harus
berusaha agar cinta itu tidak dikontaminasi oleh nafsu syahwat. Bagaimana
caranya? Rosul SAW sudah memberi tahu caranya kepada kita. Dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam At-Turmudzi diatas
dijelaskan bahwa jika pemuda belum sanggup untuk menikah, maka shaumlah, karena
shaum itu bisa menjaga syahwat. Oleh karena itu, satu-satunya cara agar
cinta tersebut bertahan dan tidak terkontaminasi oleh syahwat sampai kelak
menikah adalah dengan shaum.
Dalam penelitian psikologi,
diketahui bahwa rasa cinta itu muncul dalam kurun waktu empat bulan. Jika dalam
empat bulan cinta itu hilang, maka itu hanya kagum, ngefans biasa. Bukan
cinta.
Penelitian di atas bisa dipadukan dengan penjelasan sebelumnya. Yaitu
ketika kita dilanda jatuh cinta, maka perbanyaklah shaum agar kita bisa tahu
cinta tersebut benar-benar cinta atau hanya nafsu belaka. Jika dalam kurun
waktu lebih dari empat bulan (dengan terus memperbanyak shaum dan menjauhi hal
yang dilarang) kita masih merasakan getaran cinta. Maka itulah cinta yang harus
benar-benar kita jaga. Jika selama itu ternyata cinta yang dirasakan hilang.
Maka cinta yang dirasa itu hanyalah nafsu belaka.
Wallahu A’lam
Bishawab